Beriklan di Blog Ini? .
MURAH DAN MUDAH.
Info Lebih Lanjut [ KONTAK KAMI]

Sejarah Sistem Penulisan Angka dan Bilangan

Zaman sekarang kita telah menggunakan beberapa ketetapan penulisan angka. Penulisan angka yang paling umum digunakan adalah angka 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9. Berikut untuk menunjukkan bilangan dengan nilai yang lebih besar angka tersebut ditulis dalam bentuk nilai tempat. Misalkan 135 (seratus tiga puluh lima) 1 menempati ratusan, 3 menempati puluhan dan 5 menempati satuan. Di samping itu kita juga mengenal penulisan angka romawi yang mana dengan I, V, X dan lainnya. Dalam angka romawi ini, bilangan ditulis dalam perwakilan huruf. Terkait : Belajar Angka Romawi. 
Sejarah Penulisan Bilangan
Lalu bagaimana mana bisa angka tersebut ditemukan? Dari perkembangannya, penulisan angka yang ditemui sekarang bukan hasil dari satu kali saja. Sebelumnya sudah banyak penulisan angka da sistem penulisan bilangan. Namun, karena di anggap yang paling memudahkan adalah yang seperti kita gunakan sekarang, maka dipakailah sistem ini. Menelusuri sejarah penulisa bilangan ini akan ditinjau dari beberapa zaman dan kelompok.

Penulisan Angka zaman Mesopotamia, Sumeria dan Babylonia

Sistim penulisan bilangan Mesopotamia telah didasarkan pada letak angka, seperti yang digunakan saat ini. Sebuah angka yang sama akan memiliki nilai yang berbeda jika saja letaknya berbeda (sebagai satuan, puluhan atau ratusan dst). O Neugebaur menyatakan penulisan seperti ini dilakukn karena penulisan bilangan disimbolkan dengan huruf abjad, abjad akan disusun menjadi sebuah kata. Demikian pula dengan bilangan, angka dijajarkan akan menjadi sebuah bilangan, sehingga ada kemungkinan pengulangan (abjad/angka) dan diberilah nilai tempat yang membedakan nilainya.
Perbedaan angka dan bilangan : Angka ibaratnya huruf, tak ada nilainya, hanya sebatas simbol. Sementara, bilangan adalah ibara kalimat, memiliki nilai sesuai tempatnya. Contoh 34 sebagai bilangan harus dibaca tiga puluh empat. Sementara jika sebagai angka cukup dibaca tiga empat.
Sistem bilangan yang digunakan pada masa Mesopotamia ini disebut heksadesimal. Artinya basis bilangan di sini dihitung dalam enampuluh (heksa =6). Pengulangan angka terjadi 60 kali-sekali. Dengan demikian mereka memiliki 59 simbol untuk mewakili angka. Contohnya 11, pada bilangan heksadesimal memiliki nilai 61. Nilai 1 yang dikiri 60 (heksa)dan satu yang dikanan adalah 1.

Kekurangan penulisan bilangan bangsa mesopotamia
ini adalah mereka tidak/ belum mengenal angka 0. Dengan begini orang akan sulit membedakan 1 dan 60. Analoginya jika digunakan pada sistem bilangan sekarang, andaika memiliki bilangan 1,2,3,4,5,6,7,8,9, 10. Tanpa angka 0, maka akan sulit menulis bilangan 10. (sistem bilangan sekarang disebut desimal).

Meskipun dengan keterbatasan tersebut, perkembangan penulisan bilangan ini berkembang dengan pesatnya pada zaman Babilonia. Ini juga tidak menghamat dalam perkembangan matematika saat itu. Mereka telah mengenal persamaan dengan variabel, persamaan kuadrat dan pangkat tiga. Secara geometri mereka juga telah mampu menghitung luas dan volume sebuah bangun.
Penggunaan penulisan bilangan ini lebih kepada pencatatan ternak, harta, dan hasil pertanian. Dalam penulisannya mereka menggunakan simbol baji. Simbol ini diperkirakan berasal dari Sumeria. Terkait : Sejarah Matematika Zaman Babilonia.

Penulisan Bilangan pada Masa Mesir Kuno

Di zaman Mesir Kuno penulisan bilangan telah memiliki beberapa ketetapan. Penulisan bilangan ini yaitu dengan menulis lambang bilangan dalamsebuah kelompok dilakukan dengan pengulangan dari kelompok lain yang lebih kecil. Sistem penulisan ini hampir sama dengan bilangan desimal. Untuk setiap kelipatan sepuluh ada simbol sendiri. Disini penulisan bilangan dilakukan tanpa mengenal nilai tempat, tetapi dengan pengulangan se-banyak apa bilangan tersebut. Terkait : Sejarah Matematika pada Zaman Mesir Kuno.

Contohnya,misalkan simbol A adalah satu, B sepuluh, C seratus. Untuk menulis bilangan 234 maka akan ditulis CCBBBAA. Ada dua buah C (2x100) , 3 B (3x10) dan 4 C (4x10). Terlihat perbedaan, jika seandainya menggunakan nilai tempat tentu untuk menulis 200 tidak harus ditulis C dua kali. Kelemahan sistem penulisan bilangan ini bisa ditebak. Bagaimana jika harus menulis bilangan 5.345.984? Pada dasarnya bangsa Mesir juga sama dengan bangsa Mesopotamia, belum mengenal angka 0.

Simbol untuk bilangan ini digunakan hiroglif. Perkembangan selanjutnya menjadi hiratik dan demotik. Demotik ini yang ditemukan pada peninggalan sejarah Mesir seperti di batu atau pada Papyrus.

Meski dengan kesulitan penulisan tersebut, tidak menghambat berkembangnya penerapan matematika dalam kehidupan sehari hari mereka. Berbgai ilmu ukur, geometri, aljabar (persamaan linear dan kuadrat) telah dikenal dan di aplikasi-kan. Sebagai contoh dengan adanya aplikasi tersebut bangsa Mesir bisa membangun sebuah piramida. Selanjutnya : Sistem Numerasi Yunani Kuno.